GHULUW

Di depan, sudah saya singgung secara ringkas tentang Empat Kunci Pembuka Pintu Jebakan Syiah. [ sila diklik ]
Yakni :
1. Dasar keimanan yang lemah,
2. Tidak mampu membedakan mana perbuatan yang bid’ah dan mana yang tidak.
3. Bersikap ghuluw dalam beragama
4. Tidak paham shirah Nabi

Untuk masalah iman, bid’ah dan shirah Nabi, sudah sudah tertulis di depan. Dan khusus untuk ghuluw, saya ingin membahasnya dengan lebih rinci dan disertai hujjah larangan bersikap ghuluw.
Karena ketahuilah, penyakit ghuluw-lah satu satunya persyaratan paling penting untuk menyebarkan ajaran Syiah.  Boleh dibilang, ghuluw adalah  pintu masuk utama.  Jika seseorang sudah memiliki sikap ghuluw, maka bisa dipastikan ia nn., akan mudah menerima ajaran Syiah. 

Bisa dibilang, inilah sikap yang menjadi tulang punggung ajaran Syiah.  Bila tidak ada ghuluw, maka tak akan mungkin ajaran Syiah bisa berkembang. Orang-orang Yahudi dan Parsi, yang memang sudah terbiasa ghuluw, memasukkan kunci ghuluw ini dalam upaya menyebarkan virus Syiah.

Kasus perceraian Jalaluddin Rakhmat dan istri keduanya Emilia Renita Az, membuktikan kesimpulan saya. Tengoklah penyebab utama perceraian mereka yang ternyata hanya masalah cara bagaimana mereka memperjuangkan ajaran Syiah. Ya, mereka berpisah hanya masalah marja atau pemimpin yang menjadi panutan mereka.

Inilah postingan status Emilia di akun facebook dia :
“Emilia Az : “Supaya semua cleared krn aku dihujani pertanyaan dr kemarin.
Klo aku ga jelaskan, smua bakal tanya terus
Masalah marja mmg masalah kami sejak 5thn yg lalu dan klo bukan masalah marja, kami GA BAKAL cerai.
Tapi krn kami berdua terlalu taat kpd marja masing2 , maka lebih baik pisah drpd lepas dari marjanya masing2 ”

Marja atau maraji’ adalah pemimpin atau ulama Syiah yang tiap-tiap marja memiliki kewenangan sendiri sendiri dalam mengeluarkan fatwa. Seorang Ayatollah Agung dengan kuasa yang dimilikinya boleh membuat keputusan hukum-hukum Islam untuk para pengikut [ para ustaz biasa yang lebih rendah dan rakyat kebanyakan ].
Setelah al Quran dan Nabi-Nabi dan para Imam, marja adalah pihak berkuasa tertinggi dalam hukum agama dalam Syiah Ithna‘ashariyyah Usuli.

Kita bisa bayangkan betapa ghuluw sudah menjadi tulang punggung dalam setiap sikap mereka.  Karena hanya berbeda marja, Emilia dan Jalaluddin bersedia mengorbankan semuanya.
Jadi tidak meleset jika saya tegaskan di sini bahwa selain taqiyyah, ghuluw juga sudah mendarah daging dalam tubuh mereka.
Selain Syiah, sikap ghuluw juga membuat umat nabi Isa jatuh pada kesyirikan yang nyata dengan menganggap Isa adalah anak Tuhan. Mereka memindahkan nubuwah Isa menjadi tingkatan tuhan selain Allah.

Allah berfirman dalam Al Quran surat An Nisaa’ ayat 171 :

. يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلا الْحَقَّ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَلا تَقُولُوا ثَلاثَةٌ انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ إِنَّمَا اللَّهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلا

Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putra Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: “(Tuhan itu) tiga”, berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara.

Ghuluw mereka yang lain adalah pola hidup kependetaan, yang dengan pola itulah mereka menyembah Allah. Padahal tidak ada ketetapan dan tidak pula perintah terhadap mereka.

Allah berfirman dalam Al Quran surat Al Hadiid ayat 171 :

. ثُمَّ قَفَّيْنَا عَلَى آثَارِهِمْ بِرُسُلِنَا وَقَفَّيْنَا بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ وَآتَيْنَاهُ الإنْجِيلَ وَجَعَلْنَا فِي قُلُوبِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ رَأْفَةً وَرَحْمَةً وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ إِلا ابْتِغَاءَ رِضْوَانِ اللَّهِ فَمَا رَعَوْهَا حَقَّ رِعَايَتِهَا فَآتَيْنَا الَّذِينَ آمَنُوا مِنْهُمْ أَجْرَهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ

Kemudian Kami iringkan di belakang mereka rasul-rasul Kami dan Kami iringkan (pula) Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik

Berangkat dari sikap ghuluw juga-lah, sesungguhnya ajaran Syiah tercipta. Bisa dibilang ghuluw adalah tulang punggung kedua [ setelah taqiyyah]. Kita lihat bagaimana mereka menggoreng isu wasiat yang kemudian disertai dengan mencaci. melaknat para sahabat. Terutama Abu Bakar, Umar, Ustman dan ummul Mukminin Aisyah dan Hafsah. Bahkan ghuluw yang amat keterlaluan sehingga mereka mengkafirkan seluruh sahabat kecuali Salman Al Farisi (muhajirin), Abu Dzar Al Ghifari (muhajirin), Al Miqdad bin Aswad (muhajirin).

Sikap ghuluw juga yang membuat para Syiah itu pada tangga tiap tanggal 10 Muharram akan memukuli punggung punggung mereka dengan benda keras [ Tathbir ] sebagai bagian dari upacara peringatan wafatnya Husain bin Ali bin Abu Thalib. Dan masih banyak lagi sikap ghuluw Syiah yang tercermin dari cara ibadah mereka.
Di akhir tulisan, akan saya sertakan contoh-contoh ghuluw yang dilakukan Syiah.

Dua Jaring Setan
Al Imam Ibnul Qayyim  berkata: “Tidaklah ada suatu perkara yang Allah subhanahu wata’ala, perintahkan [ kepada umat manusia ] melainkan setan menebarkan dua jaring jeratnya: meremehkan dalam menjalankan perintah tersebut ( tafrith & idha’ah ) dan berlebih lebihan padanya ( ifrath & ghuluw ). 

Jadi, ada dua jaring jerat setan :
  1. Tafrith & idha’ah : meremehkan, melalaikan bahkan menentang kebenaran
  2. Ifrath & ghuluw : berlebih lebihan, melampaui batas tanpa ilmu
Di barisan tafrith ada kaum sekuler – liberal dan diketuai oleh kaum Yahudi. Sedang di barisan ifrath & ghuluw berdiri kaum Nasrani, Syiah dan semua aliran sesat.

Di dua jaring inilah setan berupaya menjerat manusia.
Pertama, setan mengajak manusia agar bersikap ‘menganggap enteng’, santai dan menyepelekan dan akhirnya lalai akan ibadah. Selanjutnya setan akan mengajak kepada kekufuran dan pengingkaran terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui ilmu dan keilmiahannya, Itulah jaring tafrith.
Jika jaring pertama gagal, dan manusia tsb masih tetap tak goyah imannya, maka jaring kedua akan dimainkan. Setan akan menjerumuskan manusia untuk beramal dan beribadah dengan melampaui batas (ghuluw) dan tanpa ilmu.  Diajaknya manusia untuk beribadah dengan semangat yang melebihi batas yang disyariatkan agama. Sehingga akhirnya akan menyeretnya kepada perbuatan bid’ah, menyimpang dari jalan yang lurus. Bila sudah demikian, manusia tsb tanpa sadar telah sesat dan kufur.   ( Lihat Makaidus Syaithan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah )

Gambaran mereka yang tersesat dalam sikap tafrith adalah seperti kaum sekuler – liberal dan diketuai oleh kaum Yahudi, sedangkan yang tersesat dalam sikap ghuluw adalah seperti kaum Nasrani, Syiah dan semua aliran sesat.
Yahudi terjerumus dalam sikap tafrith ketika mereka membunuhi para Nabi dan mencela Isa binti Maryam ‘alaihis salam hanya karena nafsu dan kedengkian mereka.

Al Quran menyebutkan dengan jelas bahwa Yahudi amat tahu dan sangat mengenal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti mengenal anak mereka sendiri. Mereka mengenal namanya, sifat-sifatnya, dan lain-lain tentangnya. Dan bercokolnya mereka di Madinah karena menunggu nubuwah akan kedatangan seorang Rasul di negeri itu. Tapi mereka mengingkari dan menentang Rasulullah.

Allah berfiman dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 89 :

 وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ

Dan setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu

Allah murka dan melaknat Yahudi karena sikap tafrith, mengetahui Al Haq tapi mengingkarinya. Maka Allah mengatakan tentang mereka :

Allah berfirman dalam Al Quran surat Al Maa’idah ayat 60 :

 قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ أُولَئِكَ شَرٌّ مَكَانًا وَأَضَلُّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ

Katakanlah: “Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?” Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.

Orang orang Yahudi  bahkan menganggap diri mereka paling hebat sehingga Jehovah [ Tuhan Raja/ Lord God ] harus ber-negosiasi, melakukan tawar menawar agar Yahudi bersedia menjadi bangsa pilihanNya dan mengemban tugas-tugas khususNya.
Orang orang Yahudi itu menganggap bahwa pada pertemuan antara Abraham [ Ibrahim ] dan Jehovah [ Tuhan Raja/ Lord God ] adalah sebuah pertemuan ketika Jehovah menawarkan ‘sesesuatu’ kepada Abraham. Pada pertemuan itu Jehovah-lah yang disebut mengajukan perjanjian dengan sang patriach, yang saat itu berusia 75 tahun. Jehovah bahkan disebut membujuk Abraham.
Sedangkan Nasrani tersesat dalam sikap ghuluw dengan menuhankan Isa dan menyembah pendeta-pendeta. Lihat penjelasan di atas.

Sikap ghuluw (berlebih-lebihan dalam agama) mereka membuat mereka jadi sesat, berbicara tentang Allah dan atas nama Allah tanpa ilmu. Sehingga terucap dari mereka kalimat kufur yang sangat besar yaitu mengatakan bahwa Isa adalah jelmaan Allah atau Isa adalah anak Allah atau Isa, Maryam, dan Allah adalah satu yang tiga, tiga yang satu. Subhanallah, Maha Suci Allah dari apa yang mereka katakan.
Itulah sebabnya kita selalu berdo’a dalam shalat dengan membaca  surat Al Fatihah  :

 اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

Tunjukilah kami jalan yang lurus,

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ

(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
Ingatlah, segala sesuatu yang kurang atau berlebihan, pasti akan keluar dari jalan yang lurus.  Padahal Islam adalah agama pertengahan. Ia berada di antara orang-orang yang bermudah mudahan dalam menjalankannya dan orang yang berlebih lebihan padanya. 
Dari Ibnu Mas’ud ra, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggaris satu garis dengan tangannya kemudian berkata : “Ini adalah jalan yang lurus.” Kemudian menggaris beberapa garis di kanan dan kirinya, kemudian berkata : “Ini jalan-jalan, tidak ada satu jalan pun daripadanya kecuali ada syaithan yang mengajak kepadanya.” Kemudian membacakan ayat : “Ini jalanku yang lurus maka ikutilah dia dan janganlah mengikuti jalan-jalan (lain) … .” [HR. Ahmad, Ad Darimi, Al Hakim]

Allah berfirman dalam Al Quran surat  Al An’am ayat. 153 :

 وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.

Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa umat beliau akan berpecah dalam berbagai macam jalan dan yang selamat hanya satu kelompok, tentu saja bukan satu organisasi. Hadits di atas juga menunjukkan bahwa yang selamat adalah mereka yang tetap berada dalam shirathal mustaqim (jalan yang lurus) sedangkan jalan-jalan yang lain adalah jalan-jalan syaithan. Dengan demikian hanya ada dua kemungkinan yaitu mengikuti jalan keselamatan atau jalan kesesatan, mengikuti jalan Allah atau jalan syaithan.

Dalam riwayat dari Abi Said Al Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa sebagian umat ini akan mengikuti model yahudi dan nashrani.
“Pasti kalian akan mengikuti sunnah-sunnah (jalan/kebiasaan) orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal sehasta demi sehasta.” ( Muttafaqun Alaihi )

Kita lihat bahwa perpecahan umat ini kita pahami bahwa dalam umat ini pun terdapat dua kesesatan model yahudi dan nashrani sebagai kaum yang dilaknat dan kaum yang sesat. Sufyan bin Uyainah dan para ulama Terdahulu yang Sholeh berkata : “Sesungguhnya orang yang rusak dari ulama kita, maka padanya ada penyerupaan terhadap yahudi. Dan orang yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita maka padanya ada penyerupaan dengan nashrani.”

Makna Ghuluw
Ghuluw artinya suatu sikap yang melampaui batas dan ketetapan. Dalam terminologi syariat, ghuluw bermakna berlebih lebihan dalam suatu perkara dan bersikap ekstrem padanya dengan melampaui batas yang telah disyariatkan.
Ada 4 sikap berlebih-lebihan atau melampaui batas yakni :
  1. Ghuluw : sikap melampuai batas dan ketetapan
  2. Tatharruf : sikap yang sudah mencapai batas tepian
  3. Tanaththu’ : penuturan yang dibuat buat
  4. Tasyaddud : menunjukkan kekuatan pada sesuatu
  5. Al Anafu : menyerang dengan perkataan dan perlakuan yang keras lagi kasar
Ibn Hajar mengatakan: “Ghuluw adalah berlebih-lebihan terhadap sesuatu dan menekan hingga melampau batas.” [ Fathul Bāri, 13, hal. 278 ].

Rasulullah memperingatkan umatnya untuk menjauhi sikap ghuluw, beliau bersabda :

’Jauhilah sikap berlebihan dalam beragama, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu hancur karena sikap berlebihan dalam agama’. [ HR. Imam Ahmad, hadis shahih ]

Jadi ghuluw adalah sikap melampaui batas kebenaran.
Sekali lagi, ingatlah, segala sesuatu yang kurang atau berlebihan pasti akan keluar dari jalan yang lurus.
Ghuluw bisa diibaratkan bagaikan hujan lebat yang turun, menggenangi seluruh permukaan bumi, tanpa kecuali. Bagaikan panasnya matahari di musim panas, ia akan membakar semua yang ada di muka bumi, tanpa kecuali
Ibarat air yang tidak tertampung, ia akan membanjiri sekitarnya.
Sikap ghuluw itu melingkupi
  • ghuluw dalam ibadah,
  • ghuluw dalam hukum takfir,
  • ghuluw dalam akidah dan
  • ghuluw dalam hidup.
Ghuluw dalam Ibadah. Yaitu mewajibkan dirinya kepada sesuatu yang tidak pernah diwajibkan oleh Allah. Mengharamkan sesuatu untuk dirinya, padahal Allah tidak pernah mengharamkan untuknya, atau ada pula yang terlalu berlebihan melaksanakan ibadah sunnah tapi kewajiban-kewajibannya dilalaikan. Seperti mengharamkan dirinya untuk tidak menikahi wanita dengan tujuan untuk beribadah secara total. Sikap seperti ini meski maksudnya baik, akan tetapi karena melampau batas, maka sikap tersebut mengeluarkan dari jalur kebenaran.
Seperti kisah seorang sahabat Nabi Muhammad yang mengaku di depan Nabi bahwa dia shalat malam tidak henti-henti, puasa setiap hari bahkan ia tidak menikah.
Rasulullah terperangah dengan sikap ekstrim tersebut. Akhirnya beliau melarang sikap tersebut. Beliau memberi saran, cukup laksanakan apa yang telah diperintahkan syariat.
Atau misalnya seseorang yang enggan menikah dengan alasan agar lebih konsentrasi dalam beribadah.
Ada banyak hal yang menyebabkan ghuluw. Antara lain :
  • Kurangnya ilmu agama
  • Sempitnya wawasan
  • Tidak memahami hakikat agama
  • Memahami nash agama dengan satu pandangan yang sempit
  • Mengesampingkan persoalan yang lebih besar yang menimpa umat [ Yusuf Qardhawi, al-Shahwah al-Islamiyah bain al-Juhud wa al-Tatharruf ].
  • Fanatisme buta. Padahal Islam itu ajaran yang komprehensif, sehingga setiap sesuatu harus dipandang secara integral dan berdasarkan ilmu.
  • Meremehkan (tafrīth) ajaran dan perintah agama. Orang meremehkan perintah agama juga akan jatuh kepada kekeliruan. Ajaran Islam merupakan ajaran yang lurus, tidak tafrith tidak pula ifrath. Karakter ini menyangkut setiap aspek, baik keyakinan, ibadah, akhalk, muamalah, dan kehidupan sehari-hari.
Sikap ghuluw sering tidak disadari. Baik itu oleh mereka yang memiliki pengetahuan, maupun yang tidak memiliki pengetahuan.
Kuncinya disini adalah patokan pada tuntunan syariat. Jika tidak ada dalam syariat, tinggalkanlah. Karena bahayanya adalah ketika hal itu mampu menyeret kita dalam sikap ghuluw. Jika tertera dalam syariat, kerjakanlah tanpa mengurang ngurangi ataupun melebih lebihkan.
Boleh bersemangat, tapi ingat setan amat gemar sikap berlebih lebihan dalam menjalankan agama ini. Karena saking semangatnya, sering kita lupa dan tidak menyadari bahwa apa yang diamalkan tersebut menambahi apa yang telah dicukupkan Allah dan RasulNya dari agama ini.
Karena sesungguhnya ghuluw [ mampu ] melemahkan kewaspadaan, menumpulkan akal dan menjauhkan logika.
Tahukah anda, karena sikap ghuluw inilah yang membuat sekte Syiah berkembang pesat ?
Coba perhatikan bagaimana Syiah bersikap ghuluw dalam ajaran mereka.
Lihatlah bagaimana Syiah mengajarkan untuk sholat disamping kubur para imam shalih [ dan menjadikannya sebagai masjid ] sebagai bukti cinta mereka.
Bagaimana Syiah menyuburkan cerita-cerita israiliyyat, menyuruh kita untuk merayakan hari lahir Nabi, melakukan ritual ritual yang tidak ada dalam syariat sebagai bukti cinta kepada Husein dengan cara mencambuki badan mereka [tathrib] ? Membalurkan lumpur karbala ke seluruh tubuh …. melumuri muka dengan kotoran imam mereka … menangis berteriak teriak sambil memukul mukulkan muka dan badan mereka …
Jadi, hati-hati. Ghuluw merupakan pintu paling halus yang bisa menyeret kita masuk ke lubang biawak sejengkal demi sejengkal. *

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sudah amat sering memperingatkan umatnya perihal bahaya ghuluw ini.
Dalam momentum hajjatul wada [ haji terakhir ], beliau bersabda seperti yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas :

إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ، فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالْغُلُوِّ فِي الدِّينِ

“Hati-hatilah kalian dari perbuatan ghuluw dalam menjalankan agama ini, sesungguhnya kebinasaan umat sebelum kalian disebabkan ghuluw  dalam menjalankan agama.”
[ *HR An Nasa’i 2/49, Ibnu Majah 2/242, Ibnu Khuzaimah 1/282/2, Ibnu Hibban no. 1011, Al Hakim 1/466, Al Baihaqi 5/127, dan Ahmad 1/215 347, dari sahabat Abdullah bin Abbas c. Dishahihkan Asy Syaikh Al Albani  dalam Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah no. 1283 ]

Lima hari sebelum meninggal dunia, secara khusus Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang umat dari perbuatan ghuluw terhadap orang orang shalih.

Sebagaimana dalam sabda beliau :

 “Ingatlah, sesungguhnya umat terdahulu seringkali menjadikan kubur orang-orang shalih sebagai masjid [ tempat ibadah ]. Ingatlah, jangan kalian menjadikan kubur-kubur sebagai masjid [ tempat ibadah ]. Sungguh aku melarang kalian dari yang demikian itu.”
[ HR. Muslim no. 532, dari sahabat Jundub bin Abdillah ]

Bahkan pada detik-detik terakhir menjelang wafatnya, dengan tegas Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani. Mereka menjadikan kubur para Nabi mereka sebagai masjid [ tempat ibadah ] ”.

Ummul Mukminin Aisyah berkata:

”Beliau memperingatkan umat dari perbuatan orang-orang Yahudi dan Nasrani tersebut. Kalau bukan karena khawatir kubur beliau dijadikan tempat ibadah, niscaya kubur beliau ditampakkan [ di kubur di pekuburan umum/ Baqi ]” 
[ HR. Al Bukhari no. 435, 436 dan Muslim no. 531, dari Ummul Mukminin Aisyah radiallahu anha ]

Al Hafizh Ibnu Hajar berkata:

’Nampaknya beliau telah merasakan dekatnya ajal, sehingga mengkhawatirkan bila kuburnya diagungkan sebagaimana yang terjadi pada umat terdahulu. Maka laknat beliau terhadap Yahudi dan Nasrani  tersebut sebagai isyarat tercelanya orang-orang yang melakukan perbuatan ghuluw terhadap orang shalih [ dari umat ini ] ’. (Fathul Bari, 1/634)

Asy Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan bahkan menyebutkan bahwa Rasulullah telah memberikan beberapa kaidah penting dalam menyikapi kubur dan penghuninya.
Di antaranya :
  • Tidak boleh ghuluw terhadap para wali dan orang shalih.
  • Tidak boleh mendirikan bangunan, terlebih tempat ibadah (masyahid) di atas kubur.
  • Tidak boleh shalat/ibadah di sisi kubur atau menghadap kubur. [ Diringkas dari Kitabut Tauhid, hal. 38-39 ]
Sebetulnya siapakah yang mula-mula melakukan kesyirikan dan peribadatan terhadap kubur? Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam Kitabut Tauhid bahkan dengan jelas menunjuk pada Syiah Rafidha.
’Dengan sebab kelompok sesat Syiah Rafidhah lah, kesyirikan dan peribadatan terhadap kubur terjadi. Merekalah orang-orang yang pertama kali membangun tempat ibadah di atas kubur’

Saikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidha’ Ash Shirathil Mustaqim (1/41) menegaskan bahwa Syiah Rafidhah-lah yang banyak merusak negeri-negeri muslimin dengan membangun/ menfasilitasi tempat-tempat ibadah [ masyahid ] dan kubah-kubah di atas kubur, pengeramatan terhadap kubur dan penghuninya, serta penyebaran bid’ah [ hal-hal baru dalam agama yang tidak ada tuntunannya ].
Ghuluw terhadap orang shalih baik ia seorang nabi, rasul, wali, ataupun selainnya dari orang-orang yang dikenal keshalihannya merupakan sebab terkuat binasanya suatu umat dari masa ke masa.

Memang fitrah manusia secara umum condong untuk mencintai dan mengagungkan orang orang shalih, terutama sekali terhadap Nabi Muhammad. Apalagi memang Allah sendiri yang mewajibkan dan menyuruh kita untuk mencintai Rasulullah.
Ditambah lagi adanya bisikan setan bahwa itulah hakikat kecintaan, pengagungan, dan pemberian hak kemuliaan kepada mereka.

Akhirnya, apa yang terjadi?
Jika tidak dibekali dengan pemahaman syariat yang tepat, maka jatuhlah kita pada sikap ghuluw. Dan akhirnya sedikit demi sedikit kita jatuh pada kesyirikan. Menduakan Allah. Nauzdubillah min zalik.

Dan sesungguhnya, dari sikap ghuluw inilah banyak yang jatuh dalam perangkap Syiah. Berhati hatilah.