EMPAT KUNCI PEMBUKA PINTU JEBAKAN SYIAH

Sebelum kita membahas apa saja pintu jebakan Syiah,  kita akan bahas terlebih dulu tentang situasi dan kondisi suatu masyarakat yang menjadi incaran Syiah. Kita akan bahas di sini kunci-kunci pembuka pintu masuk itu. Karena bila beberapa kondisi dan situasi belum ada pada suatu masyakat, bisa dipastikan pintu jebakan yang dipasang Syiah tidak akan membawa keberhasilan apapun.

Berdasarkan pengalaman saya, Syiah memerlukan 4 macam kunci untuk bisa memasang jebakan.
Yakni :
1. Dasar keimanan yang lemah,
2. Tidak mampu membedakan mana perbuatan yang bid’ah dan mana yang tidak.
3. Bersikap ghuluw dalam beragama
4. Tidak paham shirah Nabi

Saya hanya akan bahas secara ringkas untuk masalah iman, bid’ah dan shirah Nabi. Khusus untuk ghuluw, ada bahasan secara lengkap di belakang.
Karena ketahuilah, penyakit ghuluw-lah satu satunya persyaratan paling penting untuk menyebarkan ajaran Syiah.  Boleh dibilang, ghuluw adalah  pintu masuk utama.

 I. Dasar keimanan yang lemah

Iman adalah percaya pada para MalaikatNya, Kitab kitab SuciNya, para RasulNya, hari Akhir [ kiamat ] dan qada [ ketentuanNya ] yang baik maupun yang buruk.
Iman adalah ucapan [ baik ucapan dalam hati maupun lisan ] sekaligus perbuatan [ perbuatan hati, lisan dan anggota badan ].
Iman adalah akidah yang kokoh sebelum segala sesuatu. Iman akan membuahkan perkataan yang baik dan shaleh. Iman juga menghasilkan kecintaan kepada Allah, Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, serta ikhlas dalam mentauhidkan Allah, Azza wa Jalla dan mengikuti Rasul-Nya.
Iman menciptakan kesungguhan, amalan, ketekunan, kesabaran, menahan dan mencegah diri dari sesuatu disukai maupun yang tidak disukai semata-mata karena Allah Azza wa Jalla.
Mereka yang memiliki iman yang kokoh, biasanya tidak mudah untuk dijerat, tidak mudah untuk diberi informasi, dibelokkan apalagi dijebak. Orang orang yang Imannya teguh dikaruniai ’penjagaan’ dan nurani yang kokoh, sehingga tidak mudah terpesona atau terbuai.

II. Tidak mampu membedakan mana perbuatan yang bid’ah dan mana yang tidak
Bid’ah adalah sesuatu yang dilakukan tanpa ada contoh dari Rasulullah yang berkaitan dengan ibadah dan akidah.
Padahal, landasan kita dalam beragama adalah Al Quran dan Hadis. Kita diwajibkan untuk menerapkan semua yang ditertulis dalam Al Quran dan Hadis.
Jika tidak ada dalam Al Quran maka kita tidak boleh melakukannya. Semua itu sudah jelas hukumnya.
Janganlah mengada ada dalam beragama, apa apa yang tidak dilakukan oleh Rasulullah itu artinya sudah PASTI, ibadah itu tidak diperintahkan oleh Allah SWT.
Meskipun kita sering berargumen menyatakan itu adalah perbuatan baik. Percayalah, jika itu perbuatan baik yang memberi kebaikan pada kita, maka Rasulullah PASTI sudah melakukannya. Rasulullah itu jauh lebih pintar dari kita, lebih bertaqwa dan akhlaknya adalah mulia. Tidak mungkin sebuah perbuatan baik itu tidak dilakukan oleh Rasulullah lalu kita sebagai umatnya melakukannya dengan mengatakan : ini adalah perbuatan yang baik, Allah pasti ridha.

Jauhilah segala macam bentuk bid’ah, karena segala bentuk Bid’ah dalam Ad Dien hukumnya adalah haram dan sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Artinya : Janganlah kamu sekalian mengada adakan urusan urusan yang baru, karena sesungguhnya mengadakan hal yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat”. [ Hadits Riwayat Abu Dawud, dan At-Tirmidzi. hadis hasan shahih ].
Maka hadis tersebut menunjukkan bahwa segala yang diada-adakan dalam Ad-Dien (Islam) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat dan tertolak.

Artinya bahwa bid’ah di dalam ibadah dan aqidah itu hukumnya haram. Sebagian dari kita disadari atau tidak, gemar melakukan bid’ah.
Contoh : thawaf mengelilingi kuburan untuk mendekatkan diri kepada ahli kubur, mempersembahkan sembelihan dan nadzar-nadzar kepada kuburan-kuburan itu, berdo’a kepada ahli kubur dan minta pertolongan kepada mereka, dan seterusnya.
Atau bid’ahnya perkataan-perkataan orang-orang yang melampui batas dari golongan Jahmiyah dan Mu’tazilah.
Ada juga bid’ah yang merupakan sarana menuju kesyirikan, seperti membangun bangunan di atas kubur, shalat berdo’a di sisinya, shalawat yang tidak ada contohnya dari Rasulullah dll.

Orang orang Syiah amat senang dengan masyarakat yang suka melakukan bid’ah. Semakin kental bid’ah itu. semakin banyak bid’ah bid’ah yang dilakukan, maka semakin mudahlah kaum Syiah menjebak umat tersebut. Tidak lain karena ajaran Syiah bediri tegak karena prilaku prilaku bid’ah yang mereka sunnahkan.

III. Bersikap ghuluw dalam beragama.
Sikap ghuluw sesungguhnya ’bersaudara’ dengan bid’ah. Jika bid’ah adalah melakukan segala sesuatu [ yang berkaitan dengan ibadah dan akidah ] tanpa ada contoh dari Rasulullah maka ghuluw adalah sikap berlebih lebihan dalam menjalankan ibadah, melebihi dari batas yang diajarkan Rasulullah.

Dua duanya sama sama tidak dilakukan oleh Rasulullah, sehingga dua duanya adalah haram hukumnya.
Misalnya karena saking semangatnya berpuasa, maka seseorang berpuasa setiap hari tanpa ada hari libur. Tujuannya semata adalah untuk mendekatkan diri dengan Allah SWT. Tujuannya benar, tapi caranya yang salah. Cara yang salah akan menghantar kita pada tujuan akhir yang salah. Tetapi kita mengira itu benar.
Di bagian dalam kita akan bahas lagi lebih detil soal ghuluw ini. Karena sesungguhnya inilah point yang teramat penting untuk kita pahami dalam mempelajari pintu pintu masuk Syiah dalam menjebak umat.
Sikap ghuluw inilah yang sesungguhnya diincar oleh Syiah, mereka berusaha dengan sekuat tenaga agar umat terpeleset dalam sikap ghuluw. Karena nanti bila seseorang telah bersikap ghuluw, maka akan sangat mudah bagi Syiah untuk menggiring orang tersebut menjadi pengikutnya.

IV. Tidak paham Shirah Nabi
Shirah atau sejarah Nabi penting untuk diketahui oleh umat. Karena sesungguhnya Syiah banyak melakukan pelintiran fakta sejarah nabi, syiah bahkan banyak melakukan kebohongan dan memalsu sejarah Nabi.
Peristiwa yang berkaitan dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib sering mereka plintir sedemikian rupa, misalnya ketika perang Jamal, perang Shiffin, peristiwa Karbala yang mengakibatkan tewasnya sayyidna Husein bin Ali dan sejumlah besar keluarga Rasulllah, peristiwa sekitar wafatnya Rasullah dst.
Jika kita sudah mempelajari peristiwa perintiwa tersebut sebelumnya, maka niscaya akan sulit bagi syiah untuk mengubah pendapat kita.

Demi menunjang kebohongan yang mereka ciptakan, mereka juga tidak segan segan mengarang ngarang cerita yang disusupkan pada kisah nabi nabi sebelum Nabi Muhammad.
Misal pada kisah Nabi Nuh, orang orang Syiah mengarang kabar bohong dengan mengatakan Nabi Nuh telah menulis di dinding bahtera [ kapal ]nya yang terbuat dari kayu itu berupa tulisan yang isinya :
“Wahai Tuhanku yang maha penolong, tolonglah aku dengan kemurahan dan kasihsayang-Mu.
Tolonglah aku dengan kesucian nama nama ini : Muhammad, Ali, Syabr, Syabir dan Fathimah. Mereka adalah orang orang baik dan mulia. Bumi ini tegak karena mereka. Tolonglah aku dengan kesucian nama nama ini. Hanya Engkaulah yang mampu membimbingku ke jalan yang benar”
Itulah dusta yang dipaksakan oleh Syiah dalam kisah Nabi Nuh. Kenapa mereka nekad melakukan dusta itu?
Hal itu dilakukan demi menunjang klaim mereka tentang sebuah hadis yang sering diulang ulang dalam kajian Syiah yang saya ikuti, yakni :
”Perumpamaan Ahlul baitku seperti bahtera Nuh, barangsiapa yang menaikinya ia akan selamat, dan barangsiapa yang tertinggal ia akan tenggelam”.
Bila sebelumnya anda belum pernah membaca shirah Nabi Nuh, besar kemungkinan anda akan percaya bualan Syiah, jadi kuncinya disini adalah seberapa banyak pengetahuan kita tentang shirah Nabi [ terutama Nabi Muhammad ], untuk bisa menangkal tipu daya Syiah ini.
Saya tidak akan membahas secara terperinci bagian sejarah mana saja yang telah dipelintir dan dirusak oleh Syiah, anda bisa mencarinya di buku buku tentang Syiah lainnya. Karena di buku ini saya hanya akan fokus pada bagaimana cara Syiah menggiring umat untuk secara perlahan lahan mengikuti ajaran mereka.

ΩΩ

Empat kondisi di atas, menariknya tidak terkait sama sama sekali dengan tingkat pendidikan seseorang. Atau katakanlah korelasi antara tingkat pendidikan dengan adanya 4 kondisi di atas terbilang lemah.
Karena ketika awal awal Syiah membuka kajian kajiannya secara umum, waktu itu sekitar tahun 1992 atau 93 [ itu adalah tahun pada saat saya mulai ikut kajian syiah pak Jalal di Bandung ] jamaah yang datang seluruhnya adalah mahasiswa mahasiswa Bandung dari universitas ternama di kota itu. Sebut saja ITB, UNPAD, UNPAR dan beberapa perguruan tinggi lainnya.
Bayangkan saja, mahasiswa yang dipersepsikan adalah bagian dari unsur masyarakat yang terdidik, ter-educated dan disebut sebut sebagai agent of change atau agen perubahan.
Tapi justru jamaah pak jalal terdiri dari mahasiswa mahasiswa !

Saya pikir ini cukup unik.
Karena bagaimanapun, mahasiswa pastilah sosok individu yang punya latar belakang pendidikan yang tidak rendah, punya pengalaman berinteraksi yang luas dibanding rakyat kebanyakan dan berada dalam kondisi puncak ’manusia yang sedang menemukan jati dirinya’.
Dan saya pikir, dengan audience yang ter-educated seperti mahasiswa saja pak Jalal boleh dibilang cukup berhasil membina ’murid murid’nya dan menjadikan mereka agen of Syiah dalam lingkungan mereka masing masing, APALAGI dengan kondisi dan latar belakang masyarakat yang awam sama sekali.
Sehingga menurut saya, ketika test case terhadap ’jamaah intelek’ yakni mahasiswa terbilang berhasil, bisa dikatakan test case berikutnya terhadap jamaah dari masyarakat kebanyakan, akan cukup mudah dilakukan.
Namun empat kondisi di atas, yakni lemahnya iman, sikap ghuluw, tidak mampu membedakan mana bid’ah mana yang bukan dan rendahnya pengetahuan tentang shirah Nabi, tetap merupakan syarat mutlak yang tidak bisa diabaikan oleh Syiah ketika mereka akan menggarap segolongan masyarakat.