PERBEDAAN SUNNI SYIAH HANYA MASALAH KHILAFAH?


Di depan sudah kita sebutkan bahwa inti ajaran Syiah sesungguhnya bertumpu pada keyakinan masalah Khalifah, soal siapakah yang berhak menggantikan Rasulullah. Yang kemudian merembet kemana mana, sehingga mengakibatkan seluruh ajaran Islam menjadi berubah.
Kini perhatikanlah, orang-orang Syiah selalu menyuarakan bahwa PERBEDAAN antara Syiah dan  Sunni [ Islam ] hanyalah masalah Khilafah. Ini hanyalah soal siapa sesungguhnya yang berhak menggantikan Rasulullah sebagai Khalifah Islam.
Masalah perbedaan Syiah dan Islam hanyalah masalah khilafiyah furu’iyah [ perbedaan pendapat biasa ] dan bukan masalah khilafiyah ushuliyah [ perbedaan dalam  masalah pokok ajaran Islam, seperti aqidah dan tauhid ]
Jadi, tak perlu ada yang harus dipermasalahkan disini. Syiah dan Islam bisa hidup berdampingan dengan rukun dan damai.
Itu saja. Tak lebih dan tak kurang.
Titik.

Sekarang, mari kita perjelas kebohongan argumen Syiah itu.

Pertama, awal titik perbedaan betul adalah masalah perbedaan siapa pengganti Rasulullah.
Namun inti perbedaan itu tidak akan tegak jika tidak ditopang dengan perbedaan pokok ajaran Syiah dan Islam.
Karena ketika Syiah berdusta tentang Ali sebagai penganti Rasulullah, mereka HARUSLAH menyampaikan sejumlah nash atau argumen atau bukti.
Dan perhatikan : seluruh nash yang disampaikan Syiah adalah menyangkut masalah ushuliyah.
Dengan kata lain, perbedaan soal khalifah akhirnya merembet kemana mana.
Perhatikan rembetan masalah khalifah ini.

Pertama : 
Syiah menuduh para sahabat, terutama 3 khalifah yakni Umar, Abu Bakar dan Ustman serta Ummul Mukminin Aisyah telah berkhianat terhadap Rasulullah. Tuduhan berkhianat adalah tuduhan serius. Karena ciri-ciri orang munafik adalah khianat. Dan orang munafik bahkan tidak boleh dishalatkan jenasahnya!
Orang orang Syiah juga gemar mencela dan memaki para sahabat. Padahal, agama ini [ atas ijin Allah ] tegak karena keberanian dan kemuliaan para sahabat. Merekalah yang telah membela agama ini dengan nyawa mereka.
Hadis Rasulullah juga menjelasakan dilarangnya kita mencela para sahabat. Baca lebih detail di :  Keutamaan Sahabat.
Dan Peristiwa di Saqifah Bani Sa’idah selalu diungkit oleh mereka. Baca kisah sesungguhnya di peristiwa di Saqifah Bani Sa’idah. Untuk menunjang klaim mereka, para Syiah itu bedusta tentang peristiwa di Saqifah Bani Sa’idah.

Sesungguhnya, titik sesatnya Syiah bermula dari situasi saat musyawarah pemilihan pengganti Rasulullah di Saqifah Bani Sa’idah. Abdullah bin Saba menjadikan soal musyawarah itu sebagai bahan bakar untuk mengacaukan, memanas manasi dan menjebak orang-orang yang awam agar percaya pada dustanya. Abdullah bin Saba terus menerus mengatakan pada orang-orang bahwa para sahabat. waktu itu telah berkhianat pada Rasulullah.
Dan Abdullah bin Saba beserta orang orang Syiah punya versi dusta tentang kejadian di Saqifah Bani Sa’idah

Inilah dusta Syiah tentang peristiwa di Saqifah Bani Sa’idah  :
” Jenazah suci Rasulullah SAW belum dikebumikan, kaum Anshar suku Aus dan Khazraj berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah, info ini bocor kepada trio Abubakar – Umar dan Abu Ubaidah sehingga mereka bergerak cepat ke lokasi PERTEMUAN. Abu Bakar terpilih jadi Khalifah di Saqifah.
Setelah Imam Ali AS mengurus pemakaman Rasulullah, mengafani dan mengebumikannya maka malam harinya 40 orang berkumpul di rumah Imam Ali AS antara lain : Abbas bin Abdul Muthalib, Fadhl bin Abbas, Zubair bin Awwam, Khalid bin Sa’id, Miqdad Al Aswad, Salman Al Farisi, Abu Dzar Al Ghifari, ‘Ammar bin Yasir, Bara’ bin Anzib, Ubay bin Ka’ab dan lain-lain BERTEKAD membai’at Imam Ali AS menjadi khalifah .
Umar bin Khattab mencium gerakan ini sehingga menyerbu rumah Fatimah untuk membakarnya jika kubu Imam Ali tidak mau membai’at Abu Bakar. Abu Bakar dan Umar menyerbu rumah Fatimah dengan kekerasan dengan tujuan agar loyalis pendukung Imam Ali segera membai’at Abu Bakar secara paksa.
Sesuai dengan nukilan lugas dari Ahmad bin Hanbal dalam Musnad 1/55 dan Thabari 2/466 sebagian kecil sahabat ini berkumpul di rumah Fatimah Zahra As dan menolak memberikan baiat kepada Abu Bakar.
Imam Ali AS diseret seret ke Masjid secara paksa, tetapi dihadang oleh Fatimah sehingga Abu Bakar meminta Umar menghentikan aksinya.
Kemudian Umar bin Khattab memukul perut Fatimah Zahra hingga keguguran dan sakit sakitan. Enam bulan kemudian puteri Nabi SAW ini wafat karena sakit akibat luka di penyerbuan tersebut ”

Kedua :
Syiah menolak semua kata-kata, ucapan dan tindakan dari para sahabat. Karena semua itu bagi mereka adalah dusta dan fitnah.
Apa artinya itu?
Artinya, semua kata kata, ucapan dan tindakan Nabi Muhammad yang kemudian diriwayatkan oleh para sahabat, TIDAK MEREKA PERCAYAI. Semua hadis mereka anggap dusta.
Mereka juga menolak dengan tegas hadis hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a. Padahal kita tahu, Aisyah adalah penyumbang hadis yang cukup banyak. Mereka akhirnya menolak hadis yang diriwayatkan oleh imam-imam hadis ahlus sunnah seperti imam Bukhari, imam Muslim, imam Malik Imam Hanafi dst. Kecuali hadis-hadis yang sudah mereka plintir sedemikian rupa. Bukan hanya menolak, tapi juga mereka mencela dan menghina para imam hadis kaum sunni.
Padahal hadis-lah yang dijadikan landasan syariat [ hukum ] Islam. Hadis dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al Quran, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadis merupakan sumber hukum kedua setelah Al Quran.
Jika hadis hadis Rasulullah tidak mereka percayai, lalu, apa artinya itu?
Itu artinya seluruh penjelasan rinci dari Al Quran, tentang bagaimana praktek praktek beribadah, dsb, tidak mau mereka terima sebagai praktek2 beribadah yang sesungguhnya. Mulai dari bagaimana cara-cara beribadah seperti sholat, bacaan sholat, puasa, haji, kiblat, waktu waktu sholat, doa-doa yang biasa dibaca Rasulullah hingga hal-hal penting dan mendasar misalnya soal halal dan haram, soal kemunafikan, iman, Islam, jihad, murtad dst.
Sebagai ganti hadis-hadis yang mereka tolak itu, mereka kemudian hanya percaya pada hadis-hadis Nabi Muhammad bila dinukilkan, diriwayatkan, diceritakan oleh imam imam Syiah sendiri. Dan kita tidak tahu siapa ‘imam imam‘ Syiah itu ….  Karena, kecuali Ali dan Husain, .tak satupun imam Syiah yang lahir pada jaman Nabi.
Nah, dari sini saja sudah jelas betul kesesatan mereka.
Sehingga tidak aneh bila sekarang kita lihat ritual ke-agamaan yang dijalankan Syiah berbeda jauh dengan praktek beribadah yang dilakukan oleh kaum Sunni.

Ketiga :
Jika hadis dalam Islam disandarkan HANYA PADA Nabi Muhammad, namun pengertian hadis menurut syiah adalah : hadis meliputi af’al [ perbuatan ], aqwal [ perkataan ] dan taqrir [ sikap ] yang disandarkan tidak hanya kepada Nabi Muhammad. TETAPI JUGA kepada para imam yang dikalim sebagai imam-imam Syiah .
Jadi, para imam Syiah boleh membuat aturan baru, syariat baru, ketentuan baru yang bahkan bila hal-hal tadi dilanggar, impilkasinya adalah tertolaknya ibadah mereka.
Dalam Syiah, para imam adalah maksum [ suci dari kesalahan ] seperti para Nabi. Sehinga mereka boleh membuat syariat baru atau bahkan menghapus syariat sebelumnya, meskipun syariat itu datangnya dari Nabi Muhammad.

Keempat :
Ajaran Syiah menganggap bahwa menegakkan kepemimpinan [ Imamah ] adalah termasuk masalah aqidah dalam agama. Sehingga bila ada orang Syiah yang tidak percaya dan taat kepada imam-imam Syiah, mereka akan masuk kategori syirik dan kafir.
Karena para imam Syiah adalah maksum dan ishmah, sehingga wajib ditaati. Ada 12 imam dalam Syiah, dan yang terakhir adalah imam Mahdi [ imam ke 12 ]. Imam Mahdi mereka klaim saat ini tengah ‘ngumpet’ di suatu tempat. Dan akan muncul di akhir jaman menjadi juru selamat mereka.
Kemaksuman ini menjadi hujjah terpenting dalam ajaran Syiah. Bahkan bisa dibilang sebagai tulang punggung ajaran Syiah. Bila runtuh hujjah ini, maka runtuh juga seluruh ajaran Syiah.

Mereka merujuk pada Al Quran Surat Al Ahzab ayat 33:

. وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى وَأَقِمْنَ الصَّلاةَ وآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ  اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.

Ayat diatas disebut Ayat al-Tath-hir ( التطهير ) dengan merujuk perkataan “wa yuthah-hirukum tath-hiran”.
Syiah menggunakan Ayat al-Tath-hir untuk membataskan istilah “Ahlul Bait” kepada empat orang saja: Ali, Fathimah, Hasan dan Husain radhiallahu ‘anhum. Dan menetapkan sifat maksum kepada ahlul bait beserta 12 imam lainnya.
Dengan sifat maksum ini, Syiah menyatakan bahwa kebenaran hanya berada pada Ali, Fathimah, Hasan dan Husain dan keturunan mereka [ 12 imam ].
Padahal telah nyata kebenarannya, bahwa kemaksuman itu hanya milik para nabi dan rasul.  Sedang surat Al Ahzab ayat 33 tidak berbicara soal maksum, namun berbicara soal kebersihan sama seperti ketika Allah berbicara soal wudhu sebagai sarana kebersihan [ Tahara ].

Perhatikan bahawa Allah ‘Azza wa Jalla menggunakan perkataan Yuridu (يريد) yang bererti “kehendak” atau “keinginan” atau “bermaksud”. Kemudian perkataan Yuzhiba (يذهب) didahului dengan huruf Lam (ل) yang bererti “untuk” atau “supaya”. Justeru firman Allah:(إنما يريد الله ليذهب) hanyalah menerangkan “kehendak” Allah “untuk” menghilangkan dosa para Ahlul Bait.
Seandainya Allah ingin menetapkan sifat maksum (bebas dari dosa dan suci), Allah akan berfirman dengan sesuatu yang bersifat menetapkan, umpama:
“Sesungguhnya Allah telah menghilangkan dosa kamu wahai Ahlul Bait dan telah membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
Penjelasan detil tentang ayat Al Tath hir, sila klik link disini.

Kelima : 
Ajaran Syiah percaya bahwa ada nash Al Quran yang menyangkut soal Imamah atau 12 Imam yang tidak tercantum dalam Al Quran yang sekarang ini beredar dikalangan umat Islam. Ada nash nash yang disembunyikan. Ayat ayat yang hilang adalah ayat yang berkaitan dengan wasiat Nabi dan tentang 12 imam.
Sehingga mereka tegas menyatakan bahwa Al Quran mushaf Ustmani adalah Al Quran yang TIDAK LENGKAP. Beberapa aliran Syiah ‘garis keras’ bahkan tegas MENGINGKARI ke-otentikan Al Quran,   Dengan mengimani adanya tahrif Al Quran.
Namun semua orang orang Syiah sepakat bahAl Qur`an yang lengkap ada di tangan Imam Mahdi.

Para ulama Syiah seperti An Nwa uuri Ath Thabrasi menuduh khalifah Utsman bin Affan telah menghilangkan dua surat Al Quran, yang disebut surat An Nurain (dua cahaya). (Muhammad Malullah, Al Syi’ah wa Tahrif Al Quran, hlm. 63; M. Abdurrahman As Saif, Al Syi’ah Al Itsna ‘Asyariyah wa Tahrif Al Quran, hlm. 1 & 10; Ihsan Ilahi Zhahir, Al Syi’ah wa Al Quran, hlm. 18; M. Abdus Sattar At Tunsawi, Buthlan ‘Aqaid Al Syi’ah, hlm. 34-35).

Contoh ayat Al Quran yang diklaim Syiah mengalami tahrif, adalah :

Surat Al Maaidah ayat 67 :

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ

Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.

Menurut Syiah, ada kata yang hilang, yaitu “fii ‘aliyyin” (mengenai Ali) sesudah kata “min rabbika”. Jadi menurut Syiah, bunyi ayat tersebut yang lengkap :

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ في علي

”Ya ayyuhar rasuulu balligh maa unzila ilaika min rabbika fii ‘aliyyin”. ( Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu mengenai Ali ).

(Muhammad Malullah, Al Syi’ah wa Tahrif Al Quran, hlm. 63; M. Abdurrahman As Saif, Al Syi’ah Al Itsna ‘Asyariyah wa Tahrif Al Quran, hlm. 1 & 10). Banyak ulama Syiah yang menetapkan aqidah Syiah tersebut, yaitu bahwa Al Quran sudah mengalami perubahan (tahrif) dan pengurangan (naaqish). Dalam kitab Fashlul Khithab fii Itsbat Tahriif Kitaab Rabb Al Arbaab yang dikarang An Nuuri Ath Thabrasi, misalnya, pada halaman 31 kitab tersebut, dikutip perkataan ulama Syiah bernama Ni’matullah Al Jazairi bahwa :


إن الأصحاب قد أطبقوا على صحة الأخبار المستفيضة بل المتواترة الدالة بصريحها على وقوع التحريف في القرآن

“Para sahabat [ulama Syiah] telah menetapkan kesahihan hadits-hadits yang masyhur bahkan mutawatir yang secara jelas menunjukkan terjadinya tahrif dalam Al Quran.” (inna al ash-hab qad athbaquu ‘ala shihhah al akhbar al mustafiidhah bal al mutawaatirah ad daallah bi shariihihaa ‘ala wuquu’ at tahriif fil qur`aan). (M. Malullah, Al Syi’ah wa Tahrif Al Qur`an, hlm. 97).

Namun ada sebagian ulama Syiah yang mengingkari terjadinya perubahan (tahrif) pada Al Quran, seperti Ibnu Babaihi Al Qumi (w. 381 H), Al Syarif Al Murtadha (w. 436 H), Al Thuusi (w. 450 H), dan Al Thabrasi (w. 561 H). Meski demikian, pengingkaran itu diragukan oleh ulama Ahlus sunnah, karena dianggap hanya taqiyyah, yaitu mengucapkan sesuatu yang berbeda dengan keyakinan sebenarnya dalam hati. Lagi pula pengingkaran itu juga tak lepas dari kritikan balik dari ulama Syiah sendiri. (M. Malullah, Al Syi’ah wa Tahrif Al Quran, hlm. 63; Nashir Al Qafari, Ushul Madzhab Al Syi’ah, hlm. 276-277).

Keenam :
Syiah meyakini turunnya wahyu setelah Al Quran. Wahyu-wahyu itu tehimpun dalam Mushaf Fathima. Setelah Rasulullah wafat, Fathimah sangat kesedihan yang mendalam. Tidak ada yang mengetahui perasaan itu selain Allah Azza wa Jalla.  Maka Allah kemudian mengutus malaikat untuk menghibur dan bercakap cakap dengan Fathimah.
Fathimah kemudian menyampaikan hal itu pada Ali.  Lalu Ali berkata : “Jika engkau merasakan itu dan mendengarkan suaranya, sampaikanlah kembali ucapan itu kepadaku agar aku mengetahuinya”
Maka Ali kemudian menuliskan semua yang didengarnya [ dari Fathimah ] hingga jadilah sebuah mushaf.
Kemudian beliau berkata : “Mushaf ini tidaklah berkaitan dengan halal haram tetapi berisi pengetahuan tentang apa-apa yang AKAN terjadi”
Bagi Syiah, Mushaf Fathimah adalah semacam Al Quran yang berisi tiga kalinya, demi Allah di dalamnya tidak ada kesamaan satu huruf pun dengan Al Quran.
Lihat Ushul al Kafi Juz I hal 141-142.
Cat : untuk Mushaf Fathimah ini, memang tidak semua orang Syiah yang tahu.  Hanya mereka yang sudah ‘kental darah’ Syiahnya yang pernah melihat dan membaca. Saya sendiri pun belum pernah melihat bentuk Mushaf Fathimah ini. Namun doktrin tentang mushaf ini sering diutarakan dalam kajian-kajian Pak Jalal waktu itu.
**

JADI JELASLAH, bahwa perbedaan Syiah – Islam bukan lagi sekedar masalah pebedaan kekhalifahan. Bukan semata mata masalah khilafiyah furu’iyah saja. Perbedaan ajaran Syiah sudah berada di wilayah prinsip sehingga masuk pada wilayah penyimpangan.